Setelah Membahas Tentang Andrea Hirata pada Postingan sebelumnya. Sekarang saya akan membahas mengenai Novel Dwilogi padang bulan karya Andrea Hirata. Diambil dari blog teman.
Di PADANG BULAN, seperti tetralogi LASKAR PELANGI, Andrea mengambil cerita sederhana dari kampung halamannya di Tanjongpandan, Belitong. Tentang kebiasaan orang-orang Melayu yang doyan cangkrukan di warung kopi, bicara ngalor-ngidul, menjelek-jelekkan pemerintah hehehe... Tentang jenis kopi yang bermacam-macam.
Saya tergelitik dengan deskripsi KOPI MISKIN: kopi tanpa gula untuk konsumsi orang miskin karena harga gula pasir di Belitong mahal. "Kopi miskin adalah kopi pahit, sepahit-pahitnya, seperti nasib pembelinya," tulis Andrea Hirata di halaman 155 novel CINTA DI DALAM GELAS.
Sang Paman secara diam-diam menyuruh Andrea, yang bekerja bekerja di warung kopi milik paman, untuk menambahkan sedikit gula. Agar kopi miskin tadi tidak terlalu pahit. Eh, ternyata pembeli melarat malah tak suka hal itu. Maka, Andrea Hirata pun menemukan pelajaran moral nomor 22:
Kemiskinan susah diberantas karena pelakunya senang menjadi miskin! Humor-humor segar, pelajaran moral ala orang kampung Belitong, membuat saya tertawa sendiri saat menikmati novel-novel Andrea Hirata. Kemampuan menertawakan diri sendiri, kaum sendiri, golongan sendiri... inilah kelebihan Bung Andrea Hirata. Beda banget dengan beberapa novel lain yang saya baca dalam dua bulan terakhir yang isinya banyak menertawakan, bahkan melecehkan orang lain, yang tidak sepaham.
Novel PADAGANG BULAN berangkat dari cerita sederhana di Belitong. Maryamah, seorang perempuan kampung yang bertekad melampiaskan dendam dengan mengalahkan jawara catur di desa. Sang jawara itu, namanya Matarom, tak lain laki-laki yang pernah sangat menyakiti dirinya. Maka, dia belajar keras teknik permainan catur melalui Ikal [Andrea Hirata] yang online langsung dengan grandmaster Ninochka Stronovsky.
Happy ending! Kita pun puas karena begundal-begundal Belitong pun akhirnya takluk di tangan wanita pecatur yang mengenakan burkak selama pertandingan. Andrea Hirata menulis dengan gaya khasnya untuk merayakan kemenangan Maryamah:
Matarom tersandar lemas di kursinya dengan mata nanar. Sabuk emas yang melilit pinggangnya selama dua tahun terlepas sudah. Karmanya telah terhemas di atas papan catur perak yang selalu diagung-agungkannya. Andrea Hirata memang benar-benar fenomenal. Tanpa pernah menyebut dirinya sebagai sastrawan, novelis, atau budayawan, dia menggebrak jagat sastra Indonesia dengan enam novel sekaligus yang bikin kita semua tercengang kagum.
Sumber :
http://hurek.blogspot.com/2011/01/andrea-hirata-novel-padang-bulan.htmlDan Teman-teman yamg mau membaca Novel tersebut silahkan download dari
sini Atau
http://www.ziddu.com/download/16673667/novelpadangbulan.rar.htmlTapi tetap yah teman2 jangan lupa beli Buku aslinya.
SelamatMembaca...!!
Yang Mau Commnet Dihaturi: monggo silahkan.